Rabu, 06 Januari 2016

Beramal dan berbhakti terhadap negeri dengan meneguhkan mental sebagai WUJUD kementerian agama yang bersih dan melayani



Beramal dan berbhakti terhadap negeri dengan
meneguhkan mental sebagai WUJUD kementerian agama
yang bersih dan melayani
Oleh : Imam Mukozali, S.Ag., MM
Penyuluh Agama Islam Kabupaten Sidoarjo

Beramal dan berbhakti itulah yang ada dalam benak penulis. Dua kata yang menurut penulis tak dapat dipisahkan karena sangat serasi yaitu “HARI AMAL BHAKTI kementerian agama”. Biasanya dalam institusi yang lain ada sebutan Harlah, HUT, Dies Natalis, Hari Jadi dan lain-lain yang menunjukkan kelahiran sebuah lembaga. Tetapi dalam kelahiran Kementerian Agama istilah yang digunakan adalah HAB ( Hari Amal Bhakti). Hal ini tidak lepas dari sejarah terbentuknya Kementerian Agama 70 tahun yang lalu atau tepatnya 3 Januari 1946.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) amal berarti 1. perbuatan (baik atau buruk): ia dihormati orang karena -- nya yang baik, bukan karena kedudukan atau kekayaannya; 2 . perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama Islam): berbuat -- kepada fakir miskin; salat adalah -- ibadat manusia kepada Allah; 3 yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia (memberi derma, mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo, anak yatim piatu, dan sebagainya): membuka dompet -- , mengumpulkan sumbangan melalui surat kabar untuk menyumbang korban banjir dan lain-lain
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan yang baik atau yang patut. Menurut istilah, misalnya diambil dari sebuah contoh kata amal saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam hal ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah sosial di masyarakat. Menurut beberapa sumber yang penulis cermati nilai yang terkandung dalam amal saleh adalah : 1) .menentramkan hati dan mendamaikan jiwa, 2).berbagi kebahagiaan kepada orang lain, 3). membina kepribadian yang berkualitas, 4). memberikan rasa tentram kepada orang lain, 5). membela kebenaran dan keadilan, 6). menumbuhkan kerendahan hati, 7. membentengi diri dari perbuatan dosa.
Sehingga nilai yang hidup dan nyata adalah amal, hidup berkembangnya peradaban berdasarkan perkembangan ilmu yang berhubungan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya jika manyetuh realita (amal perbuatan). Untuk beramalpun ternyata setiap diri mempunyai kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan pemahanan tentang hal tersebut serta diperlukan sebuah ilmu yang menyertainya, sehingga amalnya tidak salah dalam menentukan arah. Maka dalam keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan oleh Allah dalam ayat QS. Az-Zumar [39] : 9 : Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”  Dalam firman Alloh yang lain juga disebutkan dalam QS. Al-Baqoroh [2] : 269, “Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” , QS Mujaadilah [58] :11 juga menyampaikan dengan sangat jelas, “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Sedangkan kata bhakti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bhakti/bak·ti/ n 1 tunduk dan hormat; perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk): -- kepada Tuhan Yang Maha Esa; -- seorang anak kepada orang tuanya; 2 memperhambakan diri; setia: sebagai tanda -- kepada nusa dan bangsa, ia berusaha berprestasi sebaik-baiknya; berbhakti/ber·bak·ti/ v berbuat bhakti (kepada); setia (kepada): - kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan jalan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga kata bhakti, dalam kata Amal Bhakti adalah setia mendarmakan kemampuan kepada Kementerian Agama Republik Indoinesia dengan penuh keikhlasan untuk mencapai prestasi dalam kerja dan pengabdian. Penulis bisa sampaikan dengan sebuah kalimat yang pendek tapi lugas yaitu beramal dengan ikhlas dan berbhakti dengan tuntas.  
Oleh karena itu sebagai bagian dari komunitas Kementerian Agama harus senantiasa menjunjung tinggi komitmen dan loyalitas serta dedikasi untuk mengemban amanah yang diberikan kepada kita sekalian untuk mendarmabhaktikan segala potensi dan kreatifitas kita untuk mewujudkan visi Kementerian Agama yang tertuang dalam peraturan Menteri Agama No. 8 Tahun 2006 yakni : “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Bisa dipastikan bahwa dengan memperingati HAB Kementerian Agama yang ke 70 akan 1). memberikan dampak perilaku yang baik terhadap PNS atau ASN dalam wadah Kemenag, 2). sebagai wujud syukur terhadap perjalanan dari tahun ke tahun selama 70  tahun.  Rasa  syukur itu merupakan pengabdian terhadap masyarakat dengan semangat ”Ikhlas Beramal”.. Dengan bersyukur, Allah pun akan memberikan tambahan dengan khazanah perbendaharaan Nya yang tidak terkira. Allah SWT berfirman, yang artinya : “ Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat Ku atasmu. Dan jika kalian ingkar, maka siksa Ku amat pedih”. (Q.S. Ibrahim : 7), 3).Sebagai media silaturrahim dan kebersamaan; merupakan tempat berkumpulnya keluarga besar Kementerian Agama yang sekaligus mewujudkan rasa kebersamaan, kekeluargaan dan rasa saling memiliki untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Seiring dengan peningkatan kinerja seluruh Pegawai Kementerian Agama maka tidak salah apabila setiap kita mempunyai komitmen dan loyalitas yang tinggi terhadap institusi, apakah kita sebagai Jabatan Fungsional Umum (JFU) maupun Jabatan Fungsional Tertentu (JFT). Sehingga akan menimbulkan perubahan yang positif terhadap cara berfikir (mindsetting), dan perubahan manajemen ( change manajement) yang semuanya berbasis kinerja. Apalagi dalam HAB ke 70, Kementerian Agama tahun ini mengambil sebuah tema yang sangat fenomental yaitu "Meneguhkan Revolusi Mental Untuk Kementerian Agama yang Bersih dan Melayani" diharapkan memperkuat komitmen aparatur Kementerian Agama terhadap Integritas, Etos Kerja dan Gotong Royong di era revolusi mental sekarang ini. Para pejabat dan seluruh aparatur Kementerian Agama harus bisa menjadi teladan dan contoh tentang kejujuran, sikap amanah, karakter dan perilaku baik di tengah-tengah  masyarakat yang ada. Seluruh sifat dan mental pegawai yang mengacu pada “paradigma lama” seharusnya tersisih dengan timbulnya paradigma baru disertai mental yang baik dan  mulia sebagai wujud perubahan yang ada. Setiap kita mempunyai hak untuk senantiasa berkompetisi menjadi yang terbaik, tentunya secara sehat dalam rangka menampilkan sosok pegawai yang kompeten sesuai bidangnya. Tema besar HAB ke 70 tahun ini juga memberikan peluang kepada kita untuk menjaga keteguhan hati agar senantiasa baik setiap saat karena bisa menjadi kunci utama dalam memelihara dan menghidupkan institusi agar kedepan lebih melayani terhadap kepentingan masyarakat untuk mewujudkan “good governance”. Menumbuhkan kembali sesuatu yang mungkin sedikit hilang selama ini dari diri kita selaku ASN di lingkungan Kementerian Agama yaitu sifat saling menghormati, saling menyayangi, saling bantu-membantu serta rasa kekeluargaan selaku insan beragama. Awal tahun inilah bisa dipakai sebagai tonggak untuk memperbaiki itu semua dan menguatkan mental sebagai Aparatur Sipil Negara yang terus bekerja dan berkarya sekuat tenaga untuk menggapai masa depan yang sukses. Jayalah Kementerian Agama.

Jumat, 01 Januari 2016

HALAL BI HALAL DAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA



HALAL BI HALAL DAN
KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
Imam Mukozali, S.Ag., MM
Penyuluh Agama Islam Kab. Sidoarjo

Halal bi halal merupakan rangkaian hari lebaran atau hari Raya Idul Fitri karena hari raya yang lain tidak ada lebaran misalnya hari Raya Idul Adha. Banyak ahli sejarah berpendapat bahwa halal bi halal lahir dan tumbuh di negara Indonesia, tidak ada di negara lai, hal ini bisa kita lihat di negara-negara lain istilah ini “halal bi halal” tidak dipakai. Seperti misalnya di Malaysia namanya tetap silaturrahim atau di negara Arab kata-kata ini sulit ditemukan. Sehingga halal bi halal di negara kita adalah sebuah budaya yang unik lahir dari bangsa kita sendiri.
Penggagas istilah “halal bi halal” ini adalah KH. Wahab Chasbullah. Cerita singkatnya setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa karena pada masa ini pula Belanda datang kembali ke Indonesia untuk memecah belah kemerdekaan dan pada saat itu para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII, PKI Madiun.
Pada tahun 1948, yaitu dipertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH. Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kemudian Kyai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahmi, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi. Lalu Bung Karno menjawab, “Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain”. “Itu gampang”, kata Kyai Wahab. “Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah “halal bi halal”, jelas Kyai Wahab.
Dari saran Kyai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kyai Wahab menggerakkan warga dari bawah.
Mengapa dipakai kata halal bi halal, karena dikandung maksud ada dua analisa   pada saat itu menurut KH Wahab Chasbullah, analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah : mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Atau dengan analisis kedua (halâl “yujza’u” bi halâl) adalah: pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.
Dalam kerangka berfikir ini dapat kita pahami bahwa kunci utama dari halal bi halal adalah mencari keharmonisan hubungan dengan cara saling memaafkan satu dengan yang lain. Apalagi yang pada saat itu negara kita baru merdeka, sehingga untuk menyatukan berbagai macam perbedaan  dan faham kesukuan diperlukan sebuah forum pertemuan yang menyangkut keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka, semakin jelas bahwa halal bi halal memiliki makna yang kuat dan merupakan wujud respon tentang kemenangan serta spirit kemerdekaan untuk merajut ukhuwah wathaniyah dan pluralitas kebangsaan dalam menjaga kejayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga Halal bi halal dan kemerdekaan sesuatu yang sangat erat kaitannya sehingga mempunyai makna yang dalam dan merupakan kegiatan yang positif, yakni adanya pengakuan bersalah dari seseorang terhadap orang lain, kemudian mereka saling meminta dan memberi maaf sebagai dasar membangun khazanah kebangsaan. Dengan begitu, hubungan antar manusia kembali ke titik 0 (netral), kalau bahasa kita setiap hari dengan kata “kosong-kosong”, tak ada lagi prasangka, kebencian, atau dendam. Sebab, bukankah Allah SWT akan mengampuni dosa atau kesalahan seseorang terhadap orang lain, bila seseorang itu telah meminta maaf kepada orang lain. Seperti Firman Alloh SWT,’’Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’’ (QS An-Nuur: 22) atau dalam firman Alloh yang lain : ” Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya diwaktu lapang dan sempit, dan menahan amarah dan memaafakan kesalahan orang lain, dan Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”. QS. an Nisa’ ayat : 134.
Hubungan kasih sayang yang sarat dengan nilai-nilai persaudaraan, kesetiakawanan dan saling mengasihi baik antara sesama muslim maupun nonmuslim. Yakni menyambung kasih sayang dengan cara membangun kesepahaman diantara sesama warga bangsa Indonesia. Semoga manfaat. (Imam Mukozali, PAF Kemenag Siodarjo, diolah dari berbagai macam sumber)

STRATEGI MENYIAPKAN KAFILAH MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) KAB. SIDOARJO YANG TANGGUH





STRATEGI MENYIAPKAN KAFILAH 
MUSABAQAH TILAWATIL  QUR’AN (MTQ)
KAB. SIDOARJO YANG TANGGUH
Oleh : Imam Mukozali, S.Ag., MM
Penyuluh Agama Islam Kab. Sidoarjo

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di Indonesia dapat dikatakan sebagai kegiatan rutin dalam bidang keagamaan. Dari cara penyelenggaraannya ingin dimunculkan sebuah citra bahwa Islam memiliki keistimewaan yang harus dibanggakan dan dilestarikan dengan kitab suci al Qur’an sebagai pedoman dan hasanah keilmuan.
Dengan  Musabaqah ini memang terjadi saling adu keahlian dan kemampuan yang dimiliki tetapi sebatas untuk kemajuan pemahaman dan keilmuan al-Qur’an semata. Setidaknya ada dua macam misi yang hendak diwujudkan oleh umat Islam berkaitan dengan fenomena Musabaqah (MTQ). Pertama adalah sebagai syi’ar Islam yang semata-mata adalah karena Alloh semata dengan  kata lain untuk mencari ridlo Alloh SWT.  Kedua mempunyai tujuan internal dengan menyelenggarakan perlombaan rutin yang memperlombakan jago-jago antar wilayah  dari mulai tingkat kecamatan sampai nasional bahkan internasional.
Penyelenggaraan  MTQ di tingkat Kabupaten/Kota secara rutin juga dilaksanakan termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo adalah suatu daerah yang mempunyai potensi dan kemampuan sumber daya manusia yang besar, kemampuan dana yang besar, kadang sebagai barometer dari kabupaten/kota yang lain. Dari sekian banyak MTQ tingkat Propinsi Jawa Timur, Kafilah Sidoarjo selalu menjadi jawaranya, bahkan secara berturut-turut menyabet piala bergilir tiga kali.  Namun dalam kesinambungannya masih memerlukan persiapan dan pembinaan yang maksimal sehingga hasilnya akan sangat menggembirakan. Hasil yang maksimal memang sebuah beban bagi sebuah daerah yang sering juara, namun yang lebih penting dari itu adalah bagaimana mengejawantahkan atau mengaktualisasikan nilai-nilai al qur’an dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita.
Dalam tulisan ini diharapkan bisa memberikan suatu masukan untuk mencari strategi apa yang diambil untuk menyiapkan Kafilah MTQ yang tangguh dari Kab. Sidoarjo, supaya bisa berjaya dikancah Propinsi sampai Nasional. Strategi tersebut adalah : Pertama (1). Menggali potensi besar yang ada dari seluruh komponen keagamaan di Kabupaten Sidoarjo. Misalnya Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ), Madrasah Diniyah (Madin), Pondok Pesantren, Sekolah atau Rumah Tahfidz, Rumah Qori’, dan potensi personal yang juga mempunyai peran sangat besar. Dari berbagai lembaga keagamaan yang ada di Kabupaten Sidoarjo bisa dikembangkan dan dioptimalkan pembinaannya kearah penyiapan sumber daya manusia yang mumpuni sebagai wujud kongrit dari program yang sudah dicanangkan.
Kedua (2), Membangun Visi dan Misi yang sama dari berbagai elemen masyarakat yang ada. Hal ini menjadi tugas bersama dengan mengedepankan kekuatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Musabaqah Tilawatil Qur’an disetiap daerah ditangani oleh suatu lembaga pengembangan yaitu Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ), yang mempunyai otoritas mengelola penuh terhadap pelaksanaan daan keberhasilan MTQ itu sendiri. Kalau visi dan misi ini dikembangkan  tidak hanya pada tataran birokrasi tetapi melibatkan masyarakat secara menyeluruh, dan yang lebih spesifik lagi pada lembaga atau ormas yang mengelola dan mengembangkan syiar al-Qur’an, misalnya Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffazh dan lembaga – lembaga lain yang mempunyai kapasitas dalam hal itu. Apabila seluruh kemampuan yang ada baik dari pihak pemerintah sebagai otoritas penguasa anggaran dan lembaga keagamaan bersatu padu maka akan memunculkan kekuatan yang sangat besar. Ibarat filosofi sapu lidi bersatu akan menjadi kuat dan bermanfaat. Dengan kata lain pengelolaan Pengembangan Musabaqah Tilawatil Qur’an dikerjakan bersama antara pemerintah daerah dengan lembaga atau ormas islam yang mempunyai visi dan misi yang sama bisa membuahkan hasil yang maksimal. Ketiga (3), Penjaringan potensi sejak dini. Kemampuan yang ada baik secara kelembagaan maupun pribadi perlu dicari dan diinventarisir sehingga bisa mendeteksi kemampuan yang ada. Penjaringan ini dilakukan sebagai langkah untuk mencari bibit dalam Kafilah MTQ kedepan. Cara yang lebih jitu yang dilakukan dalam penjaringan ini adalah dengan sering kali mengadakan event atau perlombaan serta kegiatan yang mendukung potensi tersebut. Yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dilakukan dengan sangat obyektif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tanpa pilih kasih karena pertimbangan lainya. Keempat (4), Pembinaan yang berkesinambungan. Untuk mendapatkan bibit yang mumpuni, baik dan unggul harus dilakukan sejak dini dengan melibatkan seluruh komponen yang ada. Karena bibit yang unggul tidak bisa secara instan, tetapi harus dilakukan jauh-jauh sebelum ada kegiatan secara berkesinambungan. Hal ini bisa kita lihat kesinambungan yang dilakukan di rumah-rumah tahfizh, rumah-rumah qori’, sanggar kaligrafi, Pondok Pesantren, Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffazh dan lain-lain. Mereka sudah menyiapkan calon-calon Kafilah yang handal karena disiapkan sejak dini dengan fasilitas yang  sangat sederhana. Kalau potensi ini disinergikan dengan kemampuan anggaran yang ada dari pemerintah daerah maka bukan mustahil potensi yang ada akan tambah lebih besar dan unggul. Kelima (5), Bibit dirawat dengan baik. Bibit yang unggul ini menjadi tanggung jawab kita bersama dengan memakai tangan pemerintah daerah untuk mengelolanya. Perawatan ini meliputi secara fisik dan non fisik. Secara fisik terkait dengan bagaimana gizi, kesehatan dan kehidupan ekonomi seorang calon Kafilah. Secara non fisik atau aspek spiritual lebih dititik beratkan kepada memperkuat kemampuan rohani, mental dari seorang calon Kafilah MTQ. Keenam (6), Memberikan reward sebagai stimulan. Prestasi dari apapun keahliannya harus mendapatkan reward yang sesuai tingkat ptrestasi yang dihasilkan. Karena ini akan menjadi stumulus tersendiri bagi para pemenang. Tak terkecuali prestasi yang ditorehkan dari para kafilah MTQ diberbagai event yang ada. Dampak dari cara ini adalah besar terhadap kesungguhan para kafilah. Apabila ini dilakukan dengan baik dan perencanaan yang matang dari segi anggaran maka akan merangsang para calon kafilah untuk bersaing dengan sehat sebagai duta Kabupaten Sidoarjo ke event tingkat Propinsi maupun Nasional.
Dari berbagai aspek yang ada di atas adalah merupakan suatu strategi sederhana untuk menyiapkan Kafilah MTQ Kabupaten Sidoarjo yang tangguh. Harapan dari strategi ini ke depan Kabupaten Sidoarjo menjadi kabupaten yang unggul dalam menyiapkan Kafilah MTQ kejenjang yang lebih tinggi serta mempunyai kemampuan dalam menerapkan nilai-nilai al-Qur’an ditengah-tengah masyarakat yang sangat majemuk. Semoga bermanfaat.