NILAI QURBAN DALAM KESADARAN SPIRITUAL
( KHUTBAH HARI RAYA IEDUL ADHA 1436 H )
Di Masjid Al Abror Sugihwaras
Candi
Oleh : Imam Mukozali, S.Ag.
Penyuluh Agama Islam Sidoarjo
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Kaum muslimin rahimkumullah
Segala
puji syukur kita haturkan dari lubuk hati yang paling dalam kepada Allah Swt
karena atas rahmat dan karunia – Nya semata, kita semua dapat berkumpul di hari
yang penuh dengan kegembiraan, penuh dengan barokah dan ampunan Allah Swt,
yaitu di hari raya Iedul Adha atau hari raya Kurban yang merupakan sebuah hari
yang menyimpan sebuah sejarah manusia besar, sejarah dari seorang manusia yang
mendapat gelar “ Abul Anbiya” ( nenek
moyang para Nabi ), Ibrahim As. ( Bapak para Nabi ). Beliau juga disebut dengan
“ Kholilullah “ ( Kekasih Allah ) yang menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim As
mempunyai kelebihan dan keistimewaan di sisi Allah Swt. Kelebihan dan keutamaan
yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim beserta keluarganya dapat kita lihat juga dalam
shalawat Ibrahimiyyah yang diajarkan oleh Rasulullah untuk mendo’akan agar
Rasulullah SAW mendapatkan karunia dan keberkatan yang telah dianugerahkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Ibrahim As dan keluarganya. Hal ini juga berarti agar
kita juga bias merenungkan dan mendapatkan ‘ibrah atau pelajaran dari kisah kehidupan
Nabi Ibrahim As beserta keluarganya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Kaum muslimin rahimkumullah
Nabi
Ibrahim dikenal seorang Nabi yang sangat cerdas. Sebelum diangkat menjadi Nabi,
beliau mencari Tuhan dengan akal sehatnya. Dan menemukan Tuhan dengan akal
sehatnya pula. Bahkan dalam berdakwah, selalu menggunakan kekuatan – kekuatan
akal yang sangat sehat. Beliau membangun kesadaran rasional untuk mengajak para
penganutnya mempercayai keberadaan Allah. Karena itu beliau dapat disebut sebagai
orang pertama yang
menggunakan kesadaran rasional untuk mempercayai hal – hal yang ghaib.
Pada
tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim As bermimpi menyembelih
putra kesayangannya, Ismail. Untuk mengetahui apa makna mimpinya, ia gunakan
kekuatan rasionya yang cerdas. Dengan kekuatan rasionya yang cerdas dan
kesadaran rasionalnya yang briliyan beliau menafsir mimpinya. Hasilnya, beliau
berasumsi bahwa mimpi itu adalah perintah Allah agar beliau senang berkorban,
dalam rti korban yang luas. Kesadaran rasionalnya menolak dan meragukan bahwa
mimpi itu adalah perintah menyembelih putr kesayangannya. Baginya tak mungkin
Allah memerintahkan untuk menyembelih seorang manusia, apalagi ia adalah anak
semata wayang yang menjadi buah hatinya. Sejak itu beliau berniat untuk selalu
menjadi manusia yang rajin berkorban.
Karenanya, hari itu disebut “ Yaumu Tarwiyah “ ( Hari Kesadaran Rasional
), Hari dimana beliau menggunakan kekuatan rasional untuk menginterpretasi
mimpinya.
Ternyata
beliau bermimpi kembali pada hari kedua ( 9 Dzul Hijjah ) dengan mimpi yang
sama. Mimpi kedua ini diasumsikan oleh beliau sebagai koreksi terhadap
interpretasi rasionalnya. Beliau sadar bahwa tafsir rasionalnya salah. Beliau
mengerti benar bahwa kekuatan kesadaran
rasionalnya keliru dalam menangkap makna mimpinya yang sebenarnya. Karena itu
beliau mencoba untuk menafsirnya dengan kesadaran empirik. Kalau kesadaran
rasional bergerak di dunia wacana, mengawang di dunia idea, kesadaran empiric
bergerak di dunia yang bias diamati secara langsung oleh kekuatan – kekuatan
inderawi kita. Dengan kesadaran empiric semacam itu beliau menafsirnya dengan
perintah menyembelih hewan kurban. Dalam banyak cerita, disebutkan beliau hari
itu menyembelih ratusan domba. Karenanya, hari itu disebut “ Yaum Arafah
“ ( hari tahu, atau hari kesadaran empirik ).
Namun
Allah Maha Besar, Allah Maha ‘Alim, sekali lagi ternyata tafsir empirik itu
juga tidak benar. Setelah melewati dua kesadaran kemanusiaan yang paling ampuh
yang seringkali digunakan oleh Nabi Ibrahim dalam kehidupan berdakwah dan
kehidupan sehari – harinya tak mampu lagi menafsir makna mimpinya, beliau
kembali pada kesadaran spiritual yang tinggi. Dengan kesadaran spiritual yang
amat tinggi itu beliau buhulkan kepasrahan dan tawwakal yang luar biasa.
Dilenyapkan semua pertimbangan – pertimbangan kesadaran rasional dan
empiriknya. Diletakkan dirinya di posisi sebagai “ budak “ Allah yang tak
memiliki apa-apa, termasuk tidak memiliki dirinya
sendiri. Saat semacam itulah beliau menghampiri putranya Ismail yang sudah menginjak lincah dan lucu. Beliau berkata,
“Maka tatkala anak
itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “ Anakku, aku bermimpi menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?”. tanpa diduga Ismail menjawab,
“ Ayahku,
lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Insya Allah ayah akan
melihatku termasuk orang – orang yang bersabar “.
Setelah mengetahui sikap putranya,
kesadaran spiritual Nabi Ibrahim semakin mantap. Karena mendapat dukungan dari
putranya sendiri. Pergilah beliau berdua
dengan putranya ke Mina untuk melaksanakan perintah. Kesadaran spiritual yang
kokoh membuat Nabi Ibrahim mampu berpasrah total didepan Tuhannya, pada saat
demikian ia baringkan putranya di atas sebuah batu, dan diangkatlah pedangnya
yang tajam, siap untuk menyembelih putranya, pada saat itu pulalah Allah
memanggilnya,
103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. dan
Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.
106.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107.
dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
( A l – Shaffat : 103 – 107 )
Artinya perintah yang diberikan oleh Allah Swt kepada
Nabi Ibrahim As merupakan ujian untuk menilai apakah Nabi Ibrahim benar – benar
tunduk ikhlas kepada Allah Swt atau tidak. Ternyata Nabi Ibrahim bisa melewati ujian ini dengan baik.
Firman Alloh QS. An’am
162 :
Katakanlah : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Semua
kepasrahan hanya kepada Alloh SWT.
Syaikul Islam Ibnu taimiyah ra seorang ilmuwan besar
mengatakan : “Ibadah harta yang paling mulia adalah penyembelihan qurban,
sedang ibadah badan yang paling utama adalah sholat”
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Banyak orang yang berpikir bahwa dengan
akalnya, dengan rasionya, manusia bisa memahami semua yang ada di alam ini sehingga akal kemudian menjadi ukuran
segala – galanya. Sesuatu yang tidak masuk akal kemudian harus ditolak,
termasuk juga ajaran agama, jika memang terasa musykil bagi akal manusia.
Prinsip mereka adalah : Jika
terjadi pertentangan antara akal dengan wahyu, maka kadang-kadang akallah bagi mereka yang harus dimenangkan
dan bukan wahyu. Akal kemudian menjadi tuhan baru bagi sebagian manusia.
Na’udzu billahi min dzalik
Hal ini
bukan berarti bahwa kita tidak boleh menggunakan akal. Allah Swt tetap menyuruh
kita untuk mempergunakan potensi akal yang telah dianugerahkan kepada kita
dengan sebaik – baiknya untuk berfikir. Akan
tetapi harus dipahami pula bahwa akal manusia mempunyai keterbatasan. Terlalu
banyak hal yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. Kisah Nabi Ibrahim
diatas memberikan isyarat kepada kita bahwa kemampuan akal manusia ada
batasnya. Hanya Allah yang maha mengetahui segenap rahasia yang ada di ala
mini. Ilmu manusia, jika dibandingkan dengan kebesaran Allah Swt, laksana
setetes air di tengah lautan yang begitu luas. Karena itu sangat tidak pantas
bagi manusia untuk menyombongkan diri, menganggap dirinya yang paling tahu dan
paling pandai, apalagi sampai menyalahkan Al – Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Na’udzu billahi min dzalik.
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Kebanyakan dari manusia adalah
karena kesombongannya, baik sombong karena hartanya, sombong karena ilmunya,
sombong karena kedudukan dan pangkatnya, sombong karena keturunannya dan
sebagainya. Kalau sudah seperti itu manusia pasti lupa terhadap keberadaan dirinya
dengan Alloh SWT. Oleh karena itulah Nabi Ibrahim as, walaupun diberi kelebihan
oleh Alloh SWT masih tetap rendah diri dan tawadhuk serta menghambakan kepada
Alloh SWT. Karena manusia diberi kelebihan oleh Alloh kesempurnaan dan
kelebihan dari pada makhluk lain termasuk panca indera kita, tetapi tidak semua
panca indra ini digunakan dengan sebaik-baiknya, Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al
A’raf ayat 179.
“ Dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka
jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak
digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah
dan mereka amempunyi mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat
tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak
dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu sebagai binatang
ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kalau begitu bagaimana sebenarnya bentuk
kesadaran yang perlu kita tumbuh kembangkan untuk bisa meraih karunia yang
hakiki dari Allah SWT. Kebenaran hakiki adalah hanya milik Allah SWT. Karena
itulah manusia tidak mempunyai jalan kecuali hanya tunduk dan patuh sepenuhnya kepada Allah SWT. Dengan kepatuhan
total kepada Allah SWT manusia akan bisa meraih anugerah yang tidak ternilai
dari Allah SWT berupa keimanan, keyakinan, dan kecintaan kepada Allah SWT.
Untuk meraih itu semua kita harus
senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menjadi manuasia yang terbaik dihadapan
Alloh SWT. Bagaimana cara yang kita laksanakan agar apa yang kita harapkan
diberikan oleh Alloh SWT yaitu dengan meminta ampunan Alloh SWT dengan cara
istighfar.
Apabila terlanjur melakukan kesalahan
maka secepatnya beristighfar kepada Alloh SWT, karena istighfar akan memberikan
dampak yang luar biasa terhadap dirinya, sebagaimana Rasul bersabda :
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ” مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هُمٍّ
فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang
senantiasa beristighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari
segala kegundahan yang menderanya, jalan keluar dari segala kesempitan yang
dihadapinya dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak ia sangka-sangka.”
(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi)
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Untuk bisa sampai kepada kesadaran
spiritual, tentu saja bukanlah satu perkara yang mudah. Butuh usaha dan
perjuangan yang gigih dari kita untk bisa benar-benar memiliki kepasrahan
total, keyakinan dan kecintaan kepada Allah. Kunci utamanya ada pada hati kita.
Begitu banyak ayat dan hadits nabi Muhammad SAW yang menunjukkan betapa
pentingnya usaha untuk menjaga dan membina hati agar selalu berada di bawah
naungan hidayah Allah. Rasulullah SAW sendiri pernah menegaskan melalui
sabdanya.
Artinya : “ Ketahuilah bahwa di dalam
tubuh ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik akan baik seluruh
tubuh, sebaliknya apabila ia rusak maka rusak semua anggota tubuh. Segumpal
daging itu adalah hati.
Oleh karena itu dalam kesempatan yang
sangat membahagiakan ini, marilah mencoba menumbuhkembangkan kesadaran
spiritual dalam diri kita dengan terus
menata hati, menghilangkan ego kita dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sehingga dengan
demikian kita berharap agar Allah SWT berkenan untuk terus membimbing kita
untuk menemukan kebenaran yang hakiki
yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan di dunia ini, terlebih lagi di
akhirat kelak. Amin
ya Robbal ‘alamin. Selamat Hari Raya Idul Qurban 1436 H. Semoga Alloh
senantiasa memerikan rahmad dan hiadayah-Nya. Amin