NIKMAT ALLOH TAK BISA DIHITUNG
Oleh : Imam Mukozali, S.Ag.,MM
Nikmat Allah sungguh tak sanggup untuk dihitung. Jika demikian,
maka bentuk syukur kita pun masih terus mengalami kekurangan. Di awal surat An
Nahl, disebutkan berbagai nikmat. Di antara nikmat yang disebutkan adalah hewan
ternak, turunnya hujan, tumbuhnya berbagai tanaman (zaitun, kurma, dan anggur),
beralihnya malam dan siang, adanya laut untuk mencari karunia Allah, adanya
gunung-gunung yang dijadikan sebagai pasak agar bumi tidak bergoncang dan
adanya bintang sebagai petunjuk arah.
Kemudian setelah menyebutkan berbagai nikmat tersebut, Allah Ta’ala
berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18).
Yang dimaksud dengan ayat ini disebutkan dalam Tafsir Al Jalalain
(hal. 278), “Jika kalian tidak mampu menghitungnya, lebih-lebih untuk
mensyukuri semuanya. Namun kekurangan dan kedurhakaan kalian masih Allah
maafkan (bagi yang mau bertaubat, -pen), Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Ibnu Katsir juga menjelaskan dalam kitab tafsirnya (4: 675), “Allah
benar-benar memaafkan kalian. Jika kalian dituntut untuk mensyukuri semua nikmat yang Allah beri, tentu
kalian tidak mampu mensyukurinya. Jika kalian diperintah untuk mensyukuri
seluruh nikmat tersebut, tentu kalian tidak mampu dan bahkan enggan untuk
bersyukur. Jika Allah mau menyiksa, tentu bisa dan itu bukan tanda Allah itu
zholim. Akan tetapi, Allah masih mengampuni dan mengasihi kalian. Allah
mengampuni kesalahan yang banyak lagi memaafkan bentuk syukur kalian yang
sedikit.”
Imam Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, “Sesungguhnya Allah memaafkan
kekurangan kalian dalam bersyukur. Jika kalian bertaubat, kembali taat dan
ingin menggapai ridho Allah, Dia sungguh menyayangi kalian dengan ia tidak akan
menyiksa kalian setelah kalian betul-betul bertaubat.” Demikian beliau sebutkan
dalam Jami’ul Bayan fii Ta’wil Ayyil Qur’an, 8: 119.
Muhammad Al Amin Asy Syinqithi menjelaskan, “Dalam ayat ini
dijelaskan bahwa manusia tidak mampu menghitung nikmat Allah karena begitu
banyaknya. Lalu setelahnya Allah sebutkan bahwa Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Ini menunjukkan atas kekurangan manusia dalam bersyukur terhadap
nikmat-nikmat tersebut. Namun Allah masih mengampuni siapa saja yang bertaubat
pada-Nya. Allah akan mengampuni setiap orang yang memiliki kekurangan dalam
bersyukur terhadap nikmat. Hal ini diisyaratkan pula dalam ayat,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34). Setiap nikmat memang dari Allah sebagaimana
disebutkan dalam ayat lainnya dari surat An Nahl,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya)” (QS. An Nahl : 53). (Lihat Adhwaul Bayan, 3: 231).
Dalam ayat ini pula, Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi
memberikan pelajaran kaedah bahasa Arab bahwa isim mufrod jika disandarkan pada
isim ma’rifah, maka menunjukkan makna umum. Semisal dalam ayat ini kata “ni’mat
Allah”. Nikmat itu mufrod (tunggal), lafazh jalalah “Allah” adalah isim
ma’rifah. Jadi yang dimaksud adalah seluruh nikmat, bukan hanya satu nikmat
saja.
Ya Allah, kami bersyukur kepada-Mu sebanyak nikmat yang disyukuri
oleh orang-orang yang bersyukur dalam setiap lisan dan setiap waktu.
SEMOGA MANFAAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar