KHUTBAH JUM’AT
SMKN 1 Sidoarjo
Jum’at, 6 September 2019
Tahun Baru
Hijriyah
اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ
الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ،
تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي
الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا
بَعْدُ.
فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى
فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ .
إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا
وَجَٰهَدُوا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ
غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.
Saudara-saudara Kaum Muslimin,
jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah,
Bulan Muharram adalah satu di antara
bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan berperang
di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh
karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari ‘Asyura, yakni menurut
pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan
Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai
momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.
Keistimewaan bulan Muharram ini
lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu,
marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni
sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1
Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan
Islam?
Dalam kitab Shahih
al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr (biografi
orang-orang Anshar) pada Bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا
عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ
وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ.
“Dari Sahl bin
Sa’d ia berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan
penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa
sampainya Nabi di Madinah”.
Hal itu dilakukan meskipun tidak
diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal
tahun. Sebagian sahabat berkata pada ‘Umar, ”Mulailah penanggalan itu dengan
masa kenabian”; sebagian berkata: ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu
hijrahnya Nabi”. ‘Umar berkata, ”Hijrah itu memisahkan antara yang hak
(kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk
menandai kalender awal tahun Hijriah”.
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
Setelah para sahabat sepakat
mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada
sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu:
”Mulailah dengan bulan Ramadhan”, tetapi ‘Umar radliyallahu 'anh berpendapat:
”Mulailah dengan Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat
Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu
dimulai dengan bulan Muharram.
Ibn Hajar dalam kitab Fath
al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî mengatakan bahwa:
"Sebagian sahabat menghendaki
awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia
melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai
awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa
diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat
yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah
karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari
kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu
wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan
sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan
kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada
peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai
awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal
komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau
awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.”
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
Menurut satu pendapat, ada banyak
hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun Baru
Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami
pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat;
dari perceraiberaian atau perpecahan kepada kesatuan negara; dari siksaan yang
dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan
penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan
pertolongan yang menenteramkan; dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan.
Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi peristiwa sungguh penting
antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh
al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi shallallahu
'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah
al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah.
Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah,
Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran
mengingatkan kita:
إِلَّۗا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ
لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ
عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ
كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ
حَكِيْمٌ.
“Jika kamu tidak
menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika
orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada
sahabatnya: ”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka
Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala
tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan
seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah
Mahaperkasa Mahabijaksana” (QS. Al-Taubah [9]: 40).
Allah pun telah memuji orang-orang
yang berhijrah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. setelah hari
kemenangan Fath Makkah bersabda:
لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ
وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا (مُتَّفّقٌ عَلَيْه). وَمَعْنَاهُ:لاَ
هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمٍ.
”Tidak ada hijrah
setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian
diminta untuk pergi berjihad maka pergilah” (Muttafaq ‘alaih dari jalur ‘Aisyah
radliyallahu ‘anha) Maknanya: Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah
menjadi negeri Islam.
Hijrahnya Rasul dari Makkah ke
Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam
sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang
terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu
tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada
penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah
beliau berkata:
وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ
إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي
والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)
Artinya ”Demi Allah, sungguh kamu
(Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai
Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku
keluar --darimu.” (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Mâjah dll, dari ‘Abdullâh
bin ‘Addî bin Hamrâ’ radliyallahu ‘anhum).
Ini menunjukkan betapa kecintaan
beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer
menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah
ekspresi kesempurnaan iman.
Dan satu hal yang penting dalam
hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan
dalam hadits yang mulia bahwa:
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه
البخاري)
Artinya: ”Orang yang berhijrah itu
adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah”
(HR. al-Bukhârî).
Hijrah di sini bermakna luas,
meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu
meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya
membahayakan manusia.
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
Berdasarkan keterangan tersebut,
dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan
memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa dalam memuliakan dan memperingati
tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari
peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:
1. Hijrah itu adalah perpindahan
dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung.
2. Hijrah itu adalah perjuangan
untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.
3. Hijrah itu adalah ibadah,
karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.
4. Hijrah itu harus untuk persatuan
dan kesatuan, bukan perpecahan.
5. Hijrah itu adalah jalan untuk
mencapai kemenangan.
6. Hijrah itu mendatangkan rezeki
dan rahmat Allah.
7. Hijrah itu adalah teladan Nabi
dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti.
Kaum muslimin yang dikasihi Allah,
Demikianlah keistimewaan bulan
Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup khutbah ini,
marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat 74:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ
الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ.
Artinya: Dan orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin),
mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan
rezeki (nikmat) yang mulia.
Demikian khutbah ini semoga
bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita
Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
Penyuluh Agama Islam
Kab Sidoarjo
Imam Mukozali, S.Ag. MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar